Perkara dispensasi kawin merupakan perkara yang dimohonkan untuk dapat memberikan hak kepada seseorang untuk menikah walaupun belum mencapai batas minimum usia pernikahan yang diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan terbaru Nomor 16 Tahun 2019 yakni berusia 19 (sembilan belas) tahun. Hal tersebut bermakna, seseorang boleh menikah diluar ketentuan itu apabila dan hanya apabila keadaan “menghendaki” dan tidak punya pilihan lain (ultimum remedium). Berdasarkan jumlah perkara permohonan di awal tahun 2022 sementara ini perkara dispensasi kawin adalah yang paling banyak diajukan. Saat pihak berkonsultasi di meja informasi maupun pada saat proses persidangan, hakim sebenarnya sudah berupaya untuk memberi nasehat kepada pihak untuk menunda terlebih dahulu pernikahan tersebut sampai usia anak mencapai 19 (sembilan belas) tahun, namun bagi mereka yang ternyata anaknya telah berbadan dua pada akhirnya sulit untuk dicegah. Perkembangan teknologi informasi dan internet saat ini tidak dapat dipungkiri turut menjadi penyebab isu-isu pernikahan usia dini.
Dalam lanskap informasi, media digital menyatukan pengguna internet dari beragam budaya dan kelompok usia (Amelia, 2021:40) sehingga apabila dikaitkan dengan alasan-alasan pihak dalam perkara dispensasi kawin, masih sangat diperlukan kontrol dari orang tua terhadap kegiatan yang dilakukan anak-anak mereka dalam hal penggunaan media digital dan internet agar tidak mudah terpengaruh dengan konten-konten yang negatif. Pasal 1 angka 12 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah.
Mahkamah Syar’iyah sebagai institusi yang mengedepankan pemenuhan keadilan bagi masyarakat, tentu dapat berkontribusi dalam hal pemenuhan hak-hak anak khususnya dalam hal ini adalah orang tua dan anak yang mengajukan perkara permohonan dispensasi kawin. Apabila tidak dimiliknya pengetahuan akan dampak dari pernikahan dini bagi orang tua dan anak yang mengajukan perkara dispensasi kawin, hak-hak anak untuk berkembang, memperoleh pendidikan yang layak dan berprestasi tidak dapat terpenuhi dengan baik, karena pada akhirnya ia harus mengurus rumah tangga di usia yang masih terlalu muda dimana mental dan emosi masih belum stabil. Sehingga dampak jangka panjang yang dapat terjadi adalah risiko terjadinya kasus perceraian usia dini di mahkamah syar’iyah akan meningkat. Dimana jumlah permohonan dispensasi kawin pada Mahkamah Syar’iyah Idi pada 3 tahun terakhir mengalami penurunan dan penaikkan yang signifikan seperti Tahun 2020 ada sebanyak 44 perkara dan menurun di Tahun 2021 dengan jumlah 33 perkara, namun pada Tahun 2022 yang sedang berjalan sampai bulan september ini sudah terdaftar 41 perkara. Maka oleh karena itu, kita dapat memberikan pencegahan pernikahan dini tersebut dengan sebagai berikut :
- Mewujudukan program pemerintah wajib belajar 12 tahun;
- Meningkatkan sosialsiasi pedewasaan usia perkawinan pada masyarakat;
- Penyuluhan tentang dampak pernikahan dini dari segi kesehatan dan fungsi alat kontrasepsi; dan
- Memberikan pemahaman sejak dini agar terhindar dari yang tidak diinginkan.