Please ensure Javascript is enabled for purposes of website accessibility


img_head
PROFIL & SEJARAH MAHKAMAH SYAR'IYAH IDI

Profil & Sejarah Mahkamah Syar'iyah Idi

Telah dibaca : 6.067 Kali


PROFIL

Profil Singkat Mahkamah Syar'iyah Idi

Gedung kantor Mahkamah Syar’iyah Idi saat ini berada di Jalan lintas Banda Aceh – Medan, KM. 381. Gampong/ Desa Paya Gajah, Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur. Gedung kantor ini sudah sesuai dengan prototype Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kondisi Geografis

A. Letak astronomi gedung kantor :

B. Batas-batas gedung kantor  :

    - Utara     : Jalan Banda Aceh - Medan

    - Selatan  : Tanah Kosong

    - Timur     : Tanah Kosong

    - Barat     : Tanah Milik Pemkab Aceh Timur

C. Ketinggian daerah/attitude berada pada 25 meter di atas permukaan laut

D. kabupaten Aceh Timur beriklim tropis

Kondisi Demografis

Mayoritas penduduk Kabupaten Aceh Timur adalah suku Aceh dan suku Jawa. Bahasa yang paling sering digunakan yaitu bahasa Aceh, gayo dan jawa, sedangkan bahasa melayu atau bahasa Indonesia digunakan saat kegiatan formal.

Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Kabupaten Aceh Timur umumnya. Hukum Syariat Islam menjadi aturan dasar dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Aceh Timur.

 

 SEJARAH TERBENTUKNYA MAHKAMAH SYAR’IYAH IDI

Perkembangan Peradilan Agama 

Dalam menulis sejarah terbentuknya Mahkamah Syar’iyah Idi perlu ditegaskan bahwa, pada hakikatnya Peradilan Agama itu sudah ada sejak adanya masyarakat/umat Islam. Di wilayah kewedanan Idi, Peradilan Agama sudah ada sejak mulanya Islam berkembang di daerah Idi dan sekitarnya yaitu pada abad permulaan Hijriyah.

Bahwa pada dahulu kala, keadaan atau perkembangan Peradilan Agama Islam di wilayah Kewedanaan Idi harus melewati masa zaman penjajahan. Sebelum terbentuknya Pengadilan Agama, ada dua masa yang harus dilalui yaitu zaman penjajahan Belanda dan zaman penjajahan Jepang.

Zaman Penjajahan Belanda

Pada zaman penjajahan Belanda, sebenarnya di Aceh telah ada Peradilan Agama. Meskipun tidak bernama Pengadilan Agama dan berdiri sendiri seperti sekarang.

Waktu itu di setiap wilayah Zelf Bestuurder (daerah pemerintah Ulee Balang) terdapat sebuah pengadilan yang bernama “Landschap Recht”. Pengadilan tersebut langsung dipimpin oleh seseorang Controleur atau Ulee Balang. Ulee Balang merupakan orang yang dipercaya dan diangkat untuk memimpin wilayah dalam melawan penjajah. Ulee Balang tersebut juga dibantu oleh pejabat – pejabat tertentu, termasuk di dalamnya qadhi yang menjadi anggota.

Pengadilan tersebut mempunyai wewenang untuk mengadili semua macam perkara, termasuk juga perkara- perkara di mana berlaku hukum syariat Islam.

Di wilayah Idi pada waktu itu terdapat tujuh wilayah Ulee Balang yaitu Ulee Balang Simpang Ulim, Ulee Balang Julok Cut, Ulee Balang Kuta Binjei, Ulee Balang Bagok, Ulee Balang Idi Cut, Ulee Balang Idi Rayeuk dan Ulee Balang Peudawa Rayeuk.

Dimasing-masing wilayah Ulee Balang tersebut ada seorang qadhi, serta beberapa orang pembantu qadhi yang ditunjuk/diangkat dan diberhentikan oleh Ulee Balang.

Kepada qadhi ataupun pembantunya oleh Controleur maupun Ulee Balang, tidak diberi kewenangan dalam menyelasaikan perkara. Qadhi atau pembantunya hanya mendampingi Ulee Balang dalam penyelesaian perkara-perkara yang berlaku hukum syariat Islam dipersidangan pada Landschap Recht.

Zaman Penjajahan Jepang

Di zaman penjajahan Jepang, semua pengadilan ciptaan kolonial Belanda dihapuskan. Jepang yang saat itu di dalam wilayah Onder Afdeling (kewedanaan) Idi waktu itu membentuk Pengadilan Negeri, yang diberi nama “Soon Koo Hoo In” sebagai ganti Landschap Recht disetiap wilayah Ulee Balang.

Pengadilan Soon Koo Hoo In ini berwenang mengadili semua perkara, termasuk perkara yang berlaku hukum syar’iat Islam. Dalam hal penyelesaian perkara - perkara yang berlaku hukum syari’at Islam, hakim Pengadilan Negeri tersebut di bantu oleh Qhadi Son (Hakim Agama Kecamatan).

Pada masa penjajahan Jepang, qadhi son juga di beri kewenangan untuk menyelesaikan perkara – perkara tertentu yang berhubungan dengan nikah, talak, rujuk, hibah, waqaf, dan mal waris. Akan tetapi bila perkara tersebut tidak dapat diselesaikan oleh qadhi son, perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan Soon Koo Hoo In.

Keputusan Soon Koo Hoo In ini dapat dimintakan banding ke pengadilan lebih tinggi yaitu Sim Pang Kang Hoo, yang berkedudukan di Langsa saat itu.

Pegawai atau Ketua Soon Koo Hoo In diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah Jepang. Salah seorang pimpinan Soon Koo Hoo In yang masih hidup pada tahun 1982 adalah Tgk. Said Ibrahim, dan menjadi sebagai hakim honorer pada Pengadilan Agama Idi.

Pembentukan Mahkamah Syar’iyah Idi

Rakyat Aceh yang seratus persen penduduknya beragama Islam dan rasa fanatismenya kepada ajaran Islam begitu mendalam, sama sekali tidak puas terhadap keadaan peradilan yang ada pada zaman penjajahan. Karena itu setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, di Aceh segera dibentuk Mahkamah – Mahkamah Syar’iyah di setiap Kenegerian (Kecamatan sekarang).

Di daerah Onder Afdeling (kewedanaan) Idi, terdapat 4 Mahkamah Syar’iyah Kenegerian yaitu Mahkamah Syar’iyah Kenegerian Idi Rayeuk, Mahkamah Syar’iyah Kenegerian Darul Aman, Mahkamah Syar’iyah Kenegerian Kota Melati (Julok) dan Mahkamah Syar’iyah Kenegerian Simpang Ulim.

Di ibu kota Onder Afdeling Idi dibentuk sebuah Mahkamah Syar’iyah Kewedanaan Idi sebagai Pengadilan Agama tingkat Banding. Wilayah hukum Pengadilan Agama tingkat Banding tersebut meliputi ke empat wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Kenegerian atau seluruh wilayah Onder Afdeling.

Mahkamah - Mahkamah Syar’iyah tersebut resmi di bentuk pada tanggal 1 Agustus 1946. Hal ini oleh wakil pemerintah pusat di Pematang Siantar (Sumatera Utara) diakui sah. Dari surat kawatnya pada tanggal 13 Januari 1947, nomor 189, kepada jawatan Agama Keresidenan Aceh di Kuta Raja (Banda Aceh) untuk menyusun formasi pegawai Mahkamah Syar’iyah dan gajinya.

Selanjutnya disusul dengan surat kawat wakil kepala Jawatan Agama Propinsi Sumatera tanggal 22 Pebruari 1947, nomor 226/3/Djaps, yang memberi instruksi membentuk Mahkamah Syar’iyah. Serta surat kawat nomor 896/3/Djaps dalam hal menetapkan hak kekuasaannya (dimuat didalam tambahan Lembaran Negera No. 1358).

Pejabat pertama yang memimpin Mahkamah Syar’iyah Kewedanaan Idi yaitu Tgk. Muhammad Basyah, seorang ulama lulusan pesantren Samalanga. Dan sebagai Paniteranya ditunjuk M. Hasan Ady, keduanya merupakan putra daerah setempat.

Perkembangan Mahkamah Syar’iyah Idi

Perubahan Nama

Pada saat pembentukannya, Pengadilan Agama Idi disebut Mahkamah Syar’iyah Kewedanaan Idi. Setelah keluarya peraturan Pemerintah No.45 tahun 1957, tentang pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah Idi diluar Jawa dan Madura, namanya berubah menjadi Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah Idi.

Kemudian dengan keluarnya keputusan Menteri Agama No. 6 tahun 1980, sejak tanggal 28 Januari 1980 terjadi perubahan nama menjadi Pengadilan Agama Idi. Perubahan ini dimaksud untuk keseragaman bagi seluruh Pengadilan Agama diseluruh Indonesia.

Di era reformasi, semangat dan keinginan untuk melaksanakan syari’at Islam kembali menggema dikalangan rakyat Aceh, disamping tuntutan referendum yang juga disuarakan oleh sebahagian generasi muda pada waktu itu.

Para Ulama dan Cendikiawan muslim semakin intensif menuntut kepada Pemerintah Pusat, agar dalam rangka mengisi keistimewaan Aceh dan mengangkat kembali martabat rakyat Aceh supaya diizinkan dapat menjalankan Syari’at Islam dalam segala aspek kehidupan. Perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan lahirnya Undang-undang yang sangat penting dan fundanmental, yaitu : Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Masyarakat Aceh menyambut baik lahirnya Undang-undang tersebut dengan penuh rasa syukur.  Selanjutnya Pemerintah Daerah bersama DPRD pada saat itu, bergegas melahirkan beberapa peraturan daerah sebagai penjabaran dari keistimewaan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut yang dapat mewarnai secara nyata Keistimewaan Aceh yang sudah lama dinanti-nantikan, antara lain :

PERDA Nomor 3 Tahun 2000 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU);

PERDA Nomor 5 Tahun 2000 tentang pelaksanaan Syari’at Islam;

PERDA Nomor 6 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendidikan ;

PERDA Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat ;

Pada tahun 2001 Pemerintah Pusat kembali mengabulkan keinginan rakyat Aceh mendapatkan Otonomi Khusus melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara pada tanggal 9 Agustus 2001. Lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 ini terkait erat dan melengkapi Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistemewaan Aceh, yaitu dalam upaya membuka jalan bagi pelaksanaan Syari’at Islam dalam kehidupan bermasyarakat di bumi Serambi Mekah.

Salah satu amanat dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut adalah diberikan peluang dan hak bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk membentuk Peradilan Syari’at Islam, yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar’iyah sebagai bagian dari sistem Peradilan Nasional (Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001).

Menyahuti kelahiran Undang-undang tersebut, Pemerintah Daerah melalui SK Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam telah membentuk beberapa tim yang bertugas menyusun Rancangan Qanun (sekitar 27 Qanun) sebagai aturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001. Salah satu diantaranya adalah tim Penyusun Qanun Pelaksanaan Syari’at Islam  yang dipimpin oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Istimewa Aceh (kemudian berubah namanya menjadi MPU), Dr. Muslim Ibrahim, M.A.

Tim tersebut dibagi lagi kepada beberapa sub tim antara lain :

Tim Rancangan Qanun tentang Mahkamah Syar’iyah, diketuai oleh Drs. H. Soufyan M. Saleh, SH.

Tim Rancangan Qanun tentang Pelaksanaan Syari’at Islam dibidang ibadah dan syi’ar Islam, dipimpin oleh Dr. H. Muslim Ibrahim, M.A.

Tim Rancangan Qanun tentang Baitul Mal dipimpinn oleh Prof. Dr. H. Iskandar Usman, M. A.

Tim Penyusun Rancangan Qanun Mahkamah Syar’iyah berhasil melaksanakan tugasnya dalam waktu kurang dari 2 (dua) bulan, dan setelah melakukan expose di hadapan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam bersama Tim-Tim lainnya, akhirnya Rancangan Qanun tersebut ditetapkan dengan judul : Rancangan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam “Tentang Peradilan Syari’at Islam”, yang terdiri dari 7 Bab dan 60 Pasal. Setelah disempurnakan, Rancangan Qanun diserahkan kepada Gubernur melalui Kepala Biro Hukum untuk diteruskan ke DPRD Nangggroe Aceh Darussalam. Selanjutnya pada tanggal 19 November 2001 Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyampaikan Rancangan Qanun Peradilan Syari’at Islam tersebut bersama Rancangan Qanun lainnya kepada DPRD Nanggroe Aceh Darussalam.

Sekitar bulan Maret 2002 Pimpinan Mahkamah Agung RI menugaskan tiga orang Ketua Muda Mahkamah Agung RI ke Aceh, yaitu :

H. Suharto, S.H, - TUADA DATLIS ;

H. Syamsuhadi, S.H., M. Hum., – TUADA UDILAG ;

H. Toton Suprapto, S.H., - TUADA ADAT ;

Mereka ingin mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam menindaklanjutii amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 untuk pembentukan Mahkamah Syar’iyah (pertemuan dilaksanakan di rumah Wakil Gubernur : Ir. H. Azwar Abubakar).

Pada kesempatan lainnya. Untuk menyempurnakan rumusan Rancangan Qanun tentang Peradilan Syari’at Islam, Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh atas bantuan USAID, dan bekerjasama dengan Forum Keprihatian Rakyat Aceh (FORKA), telah pula dilaksanakan Semiloka di Jakarta dari tanggal 8 s/d 10 Maret.

Selanjutnya Rancangan Qanun tersebut juga diberikan kritikan demi penyempurnaan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di Banda Aceh, seperti Yayasan/Ukhuwah dan PPHIM.

Untuk membahas beberapa Rancangan Qanun yang diajukan Gubernur tersebut, maka DPRD Nanggroe Aceh Darussalam membentuk beberapa Pansus, antara lain : Pansus XV yang diberi tugas antara lain, mendalami/membahas Rancangan  Qanun Peradilan Syari’at Islam. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap pansus XV pada tanggal 2 s/d 7 September 2002 mengadakan konsultasi antara lain dengan Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Agama RI, Mahkamah Agung RI dan beberapa orang anggota DPR-RI asal Aceh (FORBES) di Jakarta.

Selanjutnya pada tanggal 23 oktober 2002, Tim Pemerintah Daerah Aceh yang dipimpin oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si., mengadakan rapat konsultasi dangan Mahkamah Agung RI dan departemen terkait. Rapat konsultasi berlangsung di Aula Mahkamah Agung RI dipimpin langsung oleh Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H, dengan didampingi oleh wakil Ketua Drs. H. Taufiq, S.H. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati beberapa hal :

Mahkamah Agung menyetujui agar Mahkamah Syar’iyah di Aceh segera terwujud dan dapat diresmikan pada tanggal 1 Muharram 1424 H;

Pembentukan Mahkamah Syar’iyah adalah tugas eksekutif, karena itu diharapkan Menteri Dalan Negeri dapat mengkoordinir pertemuan-pertemuan dengan Departemen terkait dan Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

Menindaklanjuti hasil pertemuan tanggal 23 Oktober 2002 tersebut, Tim Pemerintah Pusat yang dikoordinir Departemen Dalam Negeri mengadakan rapat dengan Tim Pemerintah Daerah Aceh pada tanggal 27 Januari 2003. rapat tersebut dipimpin langsung oleh Sekjen Departemen Dalam Negeri yaitu Dr. Ir. Siti Nurbaya.

Pada pertemuan tersebut, Tim Pemerintah Pusat yang terdiri dari Departemen/Lembaga terkait, yaitu Departemen Agama, Departemen Kehakiman dan HAM, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, Departemen Pertahanan dan Keamanan dll., telah berhasil merumuskan beberapa kesepakatan, antara lain :

Peresmian Mahkamah Syar’iyah akan dilaksanakan di Banda Aceh pada hari Selasa, tanggal 1 Muharram 1424 H/ 4 Maret 2003 M;

Masing-masing Departemen/Lembaga mempersiapkan diri sesuai dengan bidang kewenangannya untuk peresmian Mahkamah Syar’iyah (Kelembagaan Kewenangan, pembinaan sumber daya manusia, dll).

Menjelang hari H (4 Maret 2003) perlu adanya pertemuan lagi yang dijadwalkan sebagai berikut:

a. Tanggal 5 s/d 8 Februari 2003 Konsinyering Tim Pusat ;

b. Tanggal 17 Februari 2003 Koordinasi Tim Pust dengan Daerah ;

c. Tanggal 27 s/d 28 Februari 2003 Cheking terakhir ;

Pada hari senin 24 Februari 2003, Tim Pusat dan Daerah kembali melanjutkan koordinasi di Jakarta mengambil tempat di Depatemen Dalam Negeri. Tim Pemerintah Aceh yang dipimpin oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam dengan anggota : Husni Bahri Tob, SH (Assisten I), H. Abdussalam Poroh (Sekretaris DPRD), Prof, Dr. Alyasa’ Abubakar, MA., (Kadis Syari’at Islam), Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H., (Ketua PTA Banda Aceh), A. Hamid Zein, SH (Kepala Biro Hukum Kantor Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam). Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa masalah substansi antara lain :

Rancangan Kepres tentang Mahkamah Syar’iyah (perubahan Nama, Kewenangan, dll) akhirnya menjadi Kepres Nomor 11 Tahun 2003 ;

Rancangan Peraturan Pemeritah tentang pelaksanaan Peradilan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (sayang RPP tersebut tidak sempat dibahas karena sempitnya waktu);

Beberapa masalah teknis untuk acara peresmian (prasasti, peresmian Mahkamah Syar’iyah, Pelantikan Ketua, sambutan dan lain-lain).

Peresmian Mahkamah Syar’iyah

Sesuai dengan rencana semula dan melalui proses persiapan yang panjang akhirnya peresmian Mahkamah Syar’iyah dapat dilaksanakan dalam suatu upacara yang dilangsungkan pada tanggal 1 Muharram 1424 H dan bertepatan dengan tanggal 4 Maret 2003.

Sebagai dasar hukum peresmian Mahkamah Syar’iyah disaat itu adalah Kepres Nomor 11 Tahun 2003, yang pada hari itu dibawa langsung dari Jakarta dan dibacakan dalam upacara peresmian.

Adapun isi kepres tersebut antara lain adalah tentang perubahan nama Pengadilan Agama menjadi Mahkamah Syar’iyah dan Pengadilan Tinggi Agama menjadi Mahkamah Syar’iyah Provinsi, dengan penambahan kewenangan yang akan dilaksanakan secara bertahap.

Upacara peresmian dilaksanakan di Gedung DPRD Provinsi. NAD yang dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NAD, beserta dihadiri oleh para Menteri dan Tim Pusat, yaitu :

Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH;

Menteri Dalam Negeri, Dr. (HC) Hari Sabarno, S.Ip, MM., MA ;

Menteri Kehakiman dan HAM, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra ;

Menteri Agama, Prof. Dr. Said Agil Husin A-Munawar, MA ;

Direktorat Jenderal Bimas dan Penyelenggaraan Haji, H. Taufik Kamil ;

Direktur Pembinaan Peradilan Agama, Drs. H. Wahyu Widiana ;

Wasekjen MARI, Drs. H. Ahmad Kamil, SH, dll;

Sedangkan dari Daerah Kabupaten/Kota, hampir semua Bupati/Walikota hadir bersama para Muspida.

Upacara peresmian ditandai dengan penandatangan prasasti, masing-msing oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan HAM, dan Meteri Agama RI.

Bersamaan dengan upacara peresmian tersebut, dilaksanakan pula pengambilan sumpah dan pelantikan Ketua-Ketua Mahkamah Syar’iyah Kab/Kota dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Setelah pelantikan para Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah se Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberi pembekalan dan sosialisasi tentang eksistensi dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah.

Peresmian Operasional Kewenangan Mahkamah Syar’iyah

Meskipun telah diresmikan secara langsung oleh Ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 1 Muharram 1424 H/ 4 Maret 2003, namun Mahkamah Syar’iyah masih menemukan kendala untuk melaksanakan kewenangannya, khususnya dalam bidang jinayat, dimana kejaksaan sebagai penuntut umum belum memiliki dasar hukum untuk melakukan penuntutan ke Mahkamah Syar’iyah, karena dalam melaksanakan tugas fungsionalnya, kejaksaan berpedoman kepada KUHAP yang antara lain telah mengatur hubungan kerja Kejaksaan dengan Peradilan Umum dalam penyelesaian perkara pidana. Oleh karena itu lah Tim Interdep persiapan pembentukan Mahkamah Syar’iyah di pusat dan daerah mempersiapkan sebuah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peradilan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.

Naskah Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut diparaf oleh 9 anggota Tim dari Lembaga terkait, dan diteruskan ke Presiden oleh Menteri Dalam Negeri (Menko Polkam ad Interm) dengan suratnya tanggal 19 Februari 2004 Nomor 180/404/SJ.

Pada tanggal 30 Maret 2004 Tim dari Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, masing-masing Drs. Soufyan M. Saleh, SH., Drs. H. Sayuti Is, MM., Prof. Dr. Alyasa Abubakar, MA., A. Hamid Zein, SH., Syahrul Ali, SH., MH., dan Anwar Efendi, SH. Sesuai dengan surat penugasan dari Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (tanggal 27 Maret 2004, Nomor 019.3/0087) mengadakan audiensi dengan Kepala Biro Hukum Sekretariat Negara RI yang diterima oleh Bapak Sudibyo, SH (Direktorat Perundang-undangan), staf Ahli Mendagri dan Kepala Biro Hukum Skretariat Kabinet di Kantor Sekretariat Kabinet.

Dari audiensi tersebut dijelaskan, bahwa memang benar usulan draf RPP pelaksanaan Peradilan Syari’at Islam yang diajukan ke Presiden oleh Mendagri sudah diterima disekretariat Kabinet. Selanjutnya atas bantuan salah seorang staf Mendagri Tim audiensi depertemukan langsung dengan Menseskab Prof. Herman Rajagukguk, SH. Diruang kerjanya, bahwa sehubungan dengan permasalahan tersebut beliau menjelaskan, bahwa Insya Allah beliau akan mempelajari draf RPP tersebut dan dalam waktu akan dibahas oleh Tim Tehnis terkait Tim dari Aceh nanti juga akan diikut sertakan.

Setelah beberapa bulan menunggu, ternyata belum ada realisasi, Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada bulan Mei 2004 menyurati kembali dan menanyakan ke Presiden sejauh mana sudah proses Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut menjadi Peraturan Pemerintah (Surat Gumbernur selaku PDSD tanggal 28 Mei 2004 Nomor : 330/23F-PDSD/2004).

Untuk itu Sekretariat Kabinet memberikan tanggapan terhadap usul Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, yaitu dengan suratnya tanggal 7 Mei 2004 antara lain disampaikan sebagai berikut :

Tanggal 21 April 2004 telah dilakukan pertemuan di Sekretariat Kabinet yang dihadir oleh wakil-wakil dari Tim Interdep (Mahkamah Agung, Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, dll).

Disepakati oleh Tim Interdep bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut tidak diperlukan mengingat  substansinya telah diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan termasuk mengenai pelaksanaan wewenang kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan penuntutan pada Peradilan Syari’at  Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Kewenangan tersebut semakin jelas dengan adanya ketentuan Pasal 15 ayat (2) undang-undang Nomor 14 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Agama, dan merupakan Pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.

Menjawab surat Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tanggal 28 Mei 2004, Sekretaris Kabinet dengan suratnya tanggal 10 Juni 2004 B.53/Waseskab/00/2004 memberikan penjelasan, yang isinya juga sesuai dengan surat penjelasan yang disampaikan Menko Bidang Politik dan Keamanan Ad Interm.

Jawaban dari Sekretariat Kabinet tersebut mementahkan kembali Rancangan Peraturan Pemerintah yang sudah disusun demikian matang oleh Tim Interdep, sehingga Tim penyembangan Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kembali mengadakan rapat konsultasi terutama dengan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Gubernur Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si pada tanggal 29 Juli 2004, yang dihadiri oleh anggota Muspida dan Dinas terkait disepakati bahwa meskipun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peradilan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam dianggap tidak diperlukan oleh Sekretariat Kabinet, namun Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam tetap memperjuangkan kembali agar usul Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut agar disahkan menjadi Peraturan Pemerintah sebagai payung hukum bagi Kepolisian dan Kejaksaan di Nanggroe Aceh Darussalam.

Sambil memperjuangkan Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam akan mengundang Ketua Mahkamah Agung RI untuk meresmikan pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Nanggroe Aceh Darussalam yang sudah diresmikan satu setengah tahun yang lalu, dan peresmian tersebut direncanakan bersama dengan pembukaan PKA ke IV, yaitu tanggal 19 Agustus 2004.

Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam didampingi oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah Provinsi, Kepala Dinas Syari’at Islam dan Kepala Biro Hukum, pada tanggal 13 dan 16 Agustus 2004 mengadakan kosultasi dan menyampaikan Undangan kepada Ketua Mahkamah Agung RI Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung RI menyatakan pada prinsipnya dapat mengabulkan harapan dan Undangan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, tapi tidak pada tanggal 19 Agustus 2004 karena bersamaan dengan hari ulang tahun Mahkamah Agung RI.

Dalam pertemuan konsultasi berikutnya atas undangan Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam disepakati bahwa peresmian operasional Mahkamah Syar’iyah akan dilaksanakan pada tanggal 11 oktober 2004 hari senin di Banda Aceh, dengan mata acara pokok antara lain :

  • Pembacaan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI
  • Pembacaan Surat Keputusan Bersama Lembaga Penegak Hukum di Nanggroe Aceh Darussalam.
  • Penandatanganan Naskah Peresmian Operasional Mahkamah Syar’iyah.

Mahkamah Agung akan mengelurkan SK Ketua Mahkamah Agung tentang pelimpahan sebagaian kewenangan Peradilan Umum kepada Mahkamah Syar’iyah. Adapun naskah peresmian dipersiapkan bersama-sama antara Tim Daerah dengan Tim Pusat.

Alhamdulilah atas izin Allah SWT pada hari senin tanggal 11 Oktober 2004 acara peresmian operasional kewenangan Mahkamah Syar’iyah dilaksanakan di Anjong Mon Mata, yang dihadiri oleh Ulama, tokoh Masyarakat, Anggota DPRD tingkat I dan undangan lainya.

Dari Kabupaten/Kota hadir sebagian Bupati, Kapolres, Kajati, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Mahkamah Syar’iyah, Ketua MPU dan Kepala Dinas Syari’at Islam, dan unsur terkait lainnya.

Dalam acara tersebut turut memberikan sambutan setelah laporan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam adalah Ketua Tim Interdep pembentukan Mahkamah Syar’iyah diwakili oleh (Drs. H. Syamsuhadi Irsyad, SH), wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Kapolri yang diwakili oleh Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepala Kejaksaan Agung yang diwakili oleh Kajati Nanggroe Aceh Darussalam, serta bimbingan pengarahan dan peresmian oleh Ketua Mahkamah Agung RI Bagir Manan, SH.

Operasional Gedung Kantor Mahkamah Syar’iyah Idi

Dalam melaksanakan kegiatannya, Mahkamah Syar’iyah Idi awalnya berkantor disebuah ruangan pasang gerahan (mes) di Jalan Peutua Husein, Kota Idi selama beberapa bulan. Kemudian Mahkamah Syar’iyah Idi beberapa kali berpindah-pindah tempat ke tempat yang lain dikarenakan belum adanya kantor sendiri.

Berikut sejarah perjalanan Mahkamah Syar’iyah Idi dalam melaksanakan tugasnya :

  1. Tahun 1946, berkantor/menumpang di ruangan pesang gerahan (mes) Controleur, sekarang pendopo Bupati Aceh Timur.
  2. Tahun 1947 s/d 1949, menyewa sebuah toko di Jalan Perniagaan Idi, sekarang Jalan Perdagangan Idi.
  3. Tahun 1950 s/d 1958, berkantor atau menumpang tanpa sewa di gedung Madrasah Al Washliyah Idi di Kampung Cina, Jalan Sultan Iskandar Muda, Idi, sekarang sudah dibangun pertokoan.
  4. Tahun 1959 s/d 1973, berkantor di gedung bekas kantor Camat Idi, di Jalan Banda Aceh - Medan.
  5. Tahun 1974 s/d 1979, pindah lagi di gedung Kantor Urusan Agama Kecamatan Idi Rayeuk, yang baru selesai dibangun. Ruangan yang dipakai adalah sebuah ruangan dengan ukuran 3x3 m2.
  6. Tahun 1979, resmi menempati gedung sendiri yang diresmikan pada 15 Maret 1979, di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kota Idi, sekarang menjadi mes tempat tinggal pegawai Mahkamah Syar’iyah Idi.
  7. Pada 16 Maret 2015, Mahkamah Syar’iyah Idi kembali menempati gedung baru yang sesuai prototype di Jalan Banda Aceh – Medan, KM. 381. Paya Gajah, Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur.

Peresmian gedung kantor Mahkamah Syar’iyah Idi secara serentak pada 31 Januari 2017, oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H.

 

PARA ALUMNI MAHKAMAH SYAR’IYAH IDI

Nama-nama yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Syar’iyah Idi :

No Nama Tahun
1 Tgk. Mohd. Basyah 1946 – 1969
2 Tgk. M. Hasan Ady 1969 – Oktober 1969
3 Tgk. Ahmad Usman 1969 – 1975
4 Tgk. Mohd. Thaib 1975 – 1977
5 Tgk. Abd. Shamad 1975 – 1977
6 Drs. Sofyan M. Saleh 1977 – 1984
7 Drs. H. Jufri Ghalib, S.H., M.H. 1984 – 1991
8 Drs. Hasyimsyah Selian 1991 – 1997
9 Drs. Ali Usman Nyak Qadli 1997 – 2002
10 Drs. Munizar Umar 2002 – 2005
11 Drs. H. Ilyas Amin 2005 – 2007
12 Drs. H. Januar 2007 – 2013
13 Drs. Buriantoni, S.H., M.H. 2013 – 2016
14 Drs. Said Safnizar, M.H. 2016 – 2018
15 Drs. Amrullah, M.H. 2018 – 2019
16 Antoni Said, S.Ag. 2019 – 2020
17 Mursyid Syah, S.Ag. Maret 2020 – Agustus 2020
18 Hasanuddin, S.H.I., M.Ag. Agustus 2020 – Februari 2023

 Nama-nama yang pernah menjadi Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Idi : 

No Nama Tahun
1 Drs. H. Ilyas Amin -
2 Drs. Idris Budiman -
3 Drs. Armia Jalil 2005 – 2009
4 Drs. Murdani 2009 – 2014
5 Drs. Indra Suhardi, M.H. 2014 – 2016
6 Drs. Amrullah, M.H. 2016 – 2018
7 Hamzah, S.Ag., M.H. 2018 – 2019
8 Anas Rudiansyah, S.H.I., M.H. Agustus 2020 – Februari 2022
9 Taufik Rahayu Syam, S.H.I., M.S.I. Desember 2022 – Januari 2024

 Nama-nama yang pernah menjadi Hakim Mahkamah Syar’iyah Idi : 

No Nama Tahun
1 Tgk. Said Ibrahim Hakim Honorer sejak tahun 1969
2 Tgk. Abd. Djalil Hakim Honorer sejak tahun 1970
3 Tgk. Muhammad Hakim Honorer sejak tahun 1970
4 Tgk. Abdurrahman Hakim Honorer sejak tahun 1976
5 Tgk. M. Yusuf Hasan Hakim Honorer sejak tahun 1979
6 Tgk. M. Nurdin Zein Hakim Honorer sejak tahun 1980
7 Tgk. Abd. Rasyid Keumuning Hakim Honorer
8 Tgk. Abdul Hadi Teupin Batee Hakim Honorer
9 Tgk. Syaridin Simpang Ulim Hakim Honorer
10 Tgk. Abd. Samad Hakim Honorer
11 Zambasmi, S.H. Hakim Honorer dan Hakim PN Idi
12 M. Dawam Karim, S.H. Hakim Honorer
13 Tgk. M. Ali Basyah Hakim Honorer
14 Tgk. Qadhi Idham Idi Cut Hakim Honorer
15 Tgk. Abdul Hady Hakim Honorer
16 Tgk. Muhammad Daud Samalanga Hakim Honorer
17 Tgk. H. Musa Blang Siguci Hakim Honorer
18 Drs. Jayin -
19 Drs. Uki -
20 Drs. A. Musa Hasan -
21 Bukhari, S.H. -
22 Hj. Dra. Nurismi 2000 – 2008
23 Drs. Syardili 2000 – 2010
24 Dr. Jakfar, S.H. 2003 – 2010
25 Drs. Amar Sofyan 2005 – 2010
26 Drs. Ihsan Buana 2007 – 2010
27 Salahuddin Sibagabariang, S.Ag. 2007 – 2010
28 A. Syarkawi, S.Ag. 2007 – 2012
29 Mastuhi, S.Ag., M.H. 2007 – 2012
30 Mujihendra, S.H.I. 2010 – 2014
31 Said Nurul Hadi, S.H.I., M.E.I. 2010 – 2016
32 Drs. H. Abdul Karim Usman 2010 – 2015
33 Ishak Lubis, S.Ag. 2012 – 2016
34 Mahyuddin, S.Ag. 2012 – 2018
35 Murtadha, Lc. CPNS/Cakim 2018 – 2020
36 Salamat Nasution, S.H.I., M.A. 2018 – 2020
37 T. Swandi, S.H.I., M.H. 2016 – 2020
38 M Aulia Ramdan D, S.Sy. April 2020 - Februari 2023

 Nama-nama pegawai yang pernah bertugas di Mahkamah Syar’iyah Idi : 

No Nama Tahun
1 M. Hasan Manyak Pengangkatan tahun 1959
2 Mara’alam Siregar, B.A. Pengangkatan tahun 1966
3 H. Sa’id Abdoellah Pengangkatan tahun 1966
4 Tgk. Mohd. Thaib Pengangkatan tahun 1967
5 Drs. Soufyan M. Saleh Pengangkatan tahun 1976
6 Jalaluddin Hasyim, B.A. Pengangkatan tahun 1977
7 Nur Ismi, B.A. Pengangkatan tahun 1980
8 M. Nasir Adam Pengangkatan tahun 1980
9 Marwan A. Rahman, B.A. Pengangkatan tahun 1981
10 Zakwan Pengangkatan tahun 1981
11 M. Nasir Basyah 1983 – 2002
12 Drs. Maskur -
13 Drs. Rasyid M. Yunus -
14 Dra. Suryana Abdullah 1983 – 2009
15 Abdul Hadi, A.Md. 2009 – 2011
16 Nurfitriana, S.E. 2011 – 2012
17 Fauzan, S.H. 2011 - 2013
18 Yarvis Luthfi, S.H. 2003 - 2013
19 H. Mansur M. Yasin, B.A. 1983 – 2014
20 Hj. Mardiah Yacob, S.Ag. 1983 – 2015
21 H. Al Ghazi, S.H. 1983 – 2016
22 Halimatussakdiah 2014 – 2017
23 Drs. Syamsuddin 1994 - 2008
24 Irwan, S.T. 2009 - 2018
25 Khalidah, S.Ag. 2016 -  2019
26 Hj. Safaridah, S.Ag. 2019 - 2020
27 Afwan Zahri, S.H.I. 2012 - 2020
28 Nizar, S.Ag. 1991 - Maret 2021
27 Hendra Saputra, S.H., M.H 2015 - 2021
28 Inafisah, S.H. 2017 - 2021
29 Sufriadi, S.H.I. Maret 2021 - Agustus 2022
30 Nawawi, S.H., M.H. 2019 - Desember 2022
31 Rajul Munir 1989 - Tutup Usia Desember 2022
32 Jamhur, S.H. 2020 - Oktober 2023
33 Alhadi Saputra, S.H. Maret 2023 - Januari 2024
34 Ashifa Yona, S.H. Maret 2023 - Januari 2024